Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Teluk Belango dan Tengkuluk



Teluk Belango adalah pakaian adat Jambi yang dikenakan oleh laki-laki. Sedangkan Tengkuluk, merupakan pakaian adat Jambi untuk wanita. DSalam menggunakannya, pakaian ini menjadi simbol status tertentu bagi penggunanya. Jika salah dalam menggunakannya, maka makna dari pakaian tersebut pun akan salah.
Teluk Belango
Jika diartikan secara harfiah, antara kata teluk dan belango tidak mempunyai korelasi. Namun dari kedua kata tersebut, mempunyai arti bahwa baju adat Teluk Belango merupakan busana dengan baju potongan, yang tidak terbuka dan tidak berleher. Kerahnya membulat seperti belango.
Selain itu, pengertian kurung baik untuk baju pria maupun wanita bermakna ‘terkurung’ atau ‘dikurung’. Artinya bahwa, para pria dan wanita itu ada dalam aturan yang layak dan patut untuk dipatuhi, sebagaimana tatanan adat istiadat Jambi.
Adat istiadat tersebut dimaksudkan bahwa, aturan itu diterapkan mulai dari level atas sampai ke masyarakat rendah yang dapat diwujudkan dalam pikiran dan tingkah laku seseorang. Kemudian pakaian adat ini merupakan pakaian yang lapang (tidak ketat) yang menyimbolkan ke lapangan hati. Yaitu lapang dalam perkembangan kearifan dan juga lapang untuk cara berpikir.
“Dalam hal ini, pakaian adat teluk belango untuk pria berupa baju potongan Melayu yang erat kaitannya dengan syarat dan falsafah serta aturan adat. Kemudian, dilengkapi dengan peci. Sedangkan pakaian adat untuk wanita, berupa sarung dengan baju kebaya atau baju kurung dilengkapi kain penutup kepala,” ungkap Azra’i Al-Basyari, Ketua Lembaga Adat Kota Jambi.

Tengkuluk
Untuk Tengkuluk atau kuluk secara harfiah artinya adalah kain kepala, kerudung dan penutup kepala atau cadar dengan lipatan yang membentuk konfigurasi beragam, sesuai dengan keinginan masing-masing. Salah satu seragam wanita Tengkuluk merupakan tutup kepala khas Melayu Jambi yang akhir-akhir ini kembali dimasyarakatkan oleh Ketua Dekranasda Provinsi Jambi, Ratu Munawwaroh.
“Tengkuluk itu berarti penutup kepala dan sering disebut takuluk atau kuluk. Selain berfungsi sebagai salah satu pelengkap busana tradisional, Tengkuluk juga bisa digunakan dalam acara formal. Tengkuluk adalah kain yang dililitkan di kepala perempuan. Kalau dulu dalam budaya Jambi, Tengkuluk itu kerap dipakai perempuan untuk melindungi kepala dari terik matahari di sawah, juga dipakai pula saat pengajian dan kondangan,” ungkapnya.

Nama Tengkuluk diambil dari patung perempuan, yang mengenakan pentutup kepala di Lahat Sumatera Selatan sebelum Masehi, tepatnya pada zaman Melayu Tua. Ini disampaiakn Junaidi T Noor, Budayawan Jambi.

Aturan Pemakaian

Dalam hal ini, pemakaian baju adat memiliki arti tersendiri. Dari setiap lipatan selalu mengandung arti. Kemudian juga ada aturan dalam memakai baju adatnya. Misal dalam memasang Tengkuluk, apabila kain menjuntai ke arah kanan menandakan bahwa wanita itu telah bersuami dan apabila kain menjuntai ke arah kiri berarti ia adalah seorang gadis. Pemakaian Tengkuluk pun bervariasi. Mulai dari pemakaian yang simpel hingga membutuhkan keterampilan khusus.
Di Jambi sendiri, ada Tengkuluk yang memiliki 86 jenis lipatan. Tapi yang sudah dibukukan baru 42 jenis. Beberapa jenis Tengkuluk diantaranya Bunga Rampai, Daun Jeruk, Daun Sirih Terurai, Pulau Rengas, Tekuluk Pinang, Tekuluk Pedado dan Tekuluk Cempako. Banyaknya lipatan pada Tengkuluk menunjukkan perbedaan masing-masing wilayah di Provinsi Jambi. Tengkuluk untuk Kabupaten Merangin memiliki 40 lipatan.
Kemudian, dalam setiap bentuk dari baju ini ternyata juga mempunyai arti. Diantaranya belah buluh pada leher itu mempunyai panjang 22 sentimeter, yang melambangkan bahwa setiap manusia itu berpasangan, sesuai dengan firman Allah SWT. Kemudian adanya lima kancing baju artinya bahwa itu merupakan salah satu gambaran rukun Islam.
Cara pemakaian Teluk Belango disimpul dengan ikatan kain panjang ke bawah. Aturannya bagi pria yang sudah menikah maka panjang kebawah 3 jari dari lutut atau diikat menyamping pinggang. Sedangakan untuk yang masih bujangan, maka pemakaiannya adalah di atas lutut.
Untuk cara pelipatannya pun juga memiliki beberapa arti. Pelipatan kainnya sebanyak tiga lipatan. Yang artinya, memberikan kelonggaran ketika melangkah atau melakukan sesuatu dan juga untuk melindungi keluarganya. Sedangkan untuk wanita itu hanya mendapatkan dua lipatan, artinya bahwa gerak dari wanita yang sudah menikah itu memang sudah dibatasi. Namun juga sekaligus menggambarkan keanggunan dari seorang wanita.
Untuk pemakaian penutup kepala atau Tengkuluk juga berbeda. Kepala dari kain sarung untuk pria berada di belakang. Sedangkan untuk wanita, kepala kainnya berada di depan. Yang artinya bahwa, hal tersebut bertujuan sebagai salah satu penutup aurat secara Islam.
Pemakaian kuluk yang ujung selendangnya melimbai ke kiri, menunjukkan bahwa yang memakai tersebut orangnya masih gadis. Sedangkan untuk ujung selendang yang melambai ke kanan artinya bahwa perempuan tersebut sudah ada yang memiliki atau sudah menikah (berkeluarga). Posisi dari ujung selendang inilah yang membuktikan bahwa harus ada sikap perilaku dan tatanan sopan bagi pihak lain.
Sedangkan untuk setiap bajunya, baik untuk pria maupun wanita. Seperti baju kurung wanita yang jahitannya terputus di bawah ketiak sampai ke pinggang, itu artinya bahwa setiap pengeluaran dalam keluarga itu adalah istri yang mengatur.
Kemudian adanya belahan di kerah. Artinya, bahwa setiap wanita Jambi itu mempunyai sifat keterbukaan dalam setiap menerima tamu. Untuk bagian kain di bawah itu hanya tendapat dua lipatan dan melangkah sesuai dengan batas kaki. Yang artinya bahwa, semua rahasia keluarga itu ada dalam ucapan wanita dan kehidupan wanita yang sudah menikah itu sangat terbatas.
“Jadi pemakaian baju adat itu tidak sembarangan memakai, tapi harus mengikuti aturan yang sudah ada sejak lama. Oleh karena itu, pemakaian baju adat itu menjadi hal yang penting karena jika kita memakainya maka kita akan bisa mengajarkan penjelasan setiap arti dari pakaian adat ini,” ujar Leni, pelestari pakaian adat Jambi.

Penulis : Ririn
Foto      : Ririn
Editor   : Novriana Dewi
(Sumber : Terbit di Harian Jambi pada 11 Januari 2014, Edisi Pagi)

Posting Komentar untuk "Mengenal Teluk Belango dan Tengkuluk"