Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Siapa Sangka, Sultan Thaha Sjaifuddin Ternyata Keturunan Suku Bafadhal Bangsa Arab

Tak banyak yang tahu bahwa Sultan Terakhir Kesultanan Jambi yakni Sultan Thaha Sjaifuddin yang lahir pada tahun 1816 ini adalah keturunan Suku Bafadhal. Suku Bafadhal sendiri merupakan salah satu Suku Bangsa Arab yang tersebar di Provinsi Jambi selain sejumlah Suku Bangsa Arab lainnya seperti Baraqbah dan Al Habsy.

Sekretaris Badan Wakaf Keluarga Besar Bafadhal Provinsi Jambi, Fauzi Bafadhal (1/11/2013) mengatakan, darah keturunan Suku Bafadhal Sultan Thaha Sjaifuddin berasal dari ibunya yang merupakan keturunan dari Suku Bafadhal. Hal inilah yang membuat Sultan Thaha Sjaifuddin disebut-sebut sebagai bagian dari keluarga besar Suku Bafadhal.

“Pangeran Fahruddin (Ayah Sultan Thaha), saat itu menikah dengan gadis keturunan Bafadhal. Dari hasil pernikahan itu lahirlah Pangeran Sultan Thaha tadi. Itu artinya, ibu dari Pangeran Sultan Thaha merupakan keluarga besar dari keturunan Bafadhal. Saya lupa namanya,” ujarnya.

Menurut Fauzi, berkembangnya Suku Bafadhal di Provinsi Jambi bermula ketika Husein Baraqbah, salah satu warga suku Baraqbah mengajak Ahmad Sufi Bafadhal dan beberapa teman lainnya untuk hijrah ke Jambi. Selain untuk berdagang, hijrahnya mereka ke Jambi tidak lain adalah untuk menyebarkan ajaran agama Islam.

Dikatakan Fauzi, keluarga besar bafadhal mengikuti ajaran Imam Syafi’I dalam menjalankan syariat-syariat Islam. “Bafadhal itu wajib mengikuti ajaran dari Imam Syafi’i. Mazhab kita itu,” ujarnya.

Di sisi lain ia menegaskan, bahwa tidak ada larangan bagi keluarga Bafadhal untuk menikah dengan suku lain selain dari keluarga besar Bafadhal. Ini menampik isu yang berkembang di kalangan masyarakat yang mengatakan bahwa bangsa arab tidak diperbolehkan menikah dengan suku selain dari sukunya sendiri.

“Kalau suku lain memang ada yang seperti itu. Tapi kalau Bafadhal tidak ada larangan. Silahkan saja menikah dengan suku lain. Asalkan dia sama-sama Islam. Hanya saja kalu bisa, garis keturunan itu dipertahankan,” ujarnya.

Fauzi juga menampik anggapan bahwa keluarga besar dari suku Bafadhal enggan berbaur dengan suku lain termasuk warga pribumi. Menurutnya, keluarga Bafadhal sama halnya dengan masyarakat lain yang berdomisili di Jambi. Tidak ada larangan maupun aturan yang mengikat Bafadhal untuk berbaur seperti masyarakat pada umumnya.

“Kita berbaur kok. Tetap berinteraksi dengan masyarakat pada umumnya,” tegasnya.

Asiah (76), salah satu tokoh yang dituakan oleh keluarga besar Bafadhal Jambi mengatakan, keluarga besar Bafadhal memiliki kultur yang sangat erat. Hingga saat ini, keluarga besar Bafadhal masih sering berkumpul dalam kegiatan-kegiatan keluarga seperti arisan, yasinan, mengaji bersama dan lain-lain.

“Keluarga besar Bafadhal masih sering kumpul-kumpul di rumah saya. Hampir setiap minggu juga ada pengajian ibu-ibu seperti yasinan, arisan, mengaji,” ungkap Asiah.

Bangsa Arab khususnya Bafadhal memiliki budaya yang sangat menarik. Peminat budaya tersebut juga tidak sedikit. Namun Asiah menyesalkan, bahwa kebudayaan Bafadhal belakangan semakin hilang. Budaya yang disebutkannya tersebut yakni musik gambus dan tari zapin. Kesenian dari bangsa Arab ini menurutnya sempat menjamur di masa lalu. Seiring berkembangnya kesenian yang semakin modern, musik gambus dan tari zapin pun menjadi semakin terpinggirkan.

“Musik gambus dan tari zapin itu masih ada. Masih ada yang mau memainkannya. Tapi, sekarang musik gambus tidak terlalu diminati seperti dulu. Mungkin karna pemainnya terlalu banyak dan ribet. Kesenian juga semakinj modern sekarang. Ada yang jauh lebih mudah dimainkan. Seperti organ, cuma butuh satu orang untuk memainkannya,” ujar Asiah.

Terkait bangunan bersejarah, keluarga Bafadhal memiliki beberapa lokasi bersejarah peninggalan keluarga Bafadhal terdahulu. Bangunan tersebut seperti Masjid Magatsari, Makam Talang Jauh, begitu juga dengan Madrasah Al-Khairiyah yang berada di Jl Gatot Subroto Kota Jambi. Dikatakan Asiah, lokasi tersebut adalah hasil wakaf dari keluarga besar Bafadhal sejak dulu.

“Keluarga Besar kami dulu ada yang pernah wakaf tanah dan beberapa bangunan. Seperti Masjid Magatsari yang di Pasar itu, trus Madrasah Al-Khairiyah, dan makam talang jauh yang ada di depan trona itu,” ujarnya.

Masiid Magatsari, lanjut Asiah, masih digunakan sebagai media silaturahim bangsa Arab yang ada di Jambi. Pada saat perayaan hari raya Islam, masjid ini digunakan sebagai tempat berkumpul seluruh suku bangsa Arab dari berbagai kalangan di Jambi.

“Hari kedua lebaran idul fitri itu biasanya keluarga besar bangsa Arab yang disini, berkunjung ke Masjid Ba’alawi Sebrang. Nah, lebaran ketiganya, mereka yang gantian berkunjung ke masjid Magatsari,” ujarnya.

Sedangkan Madrasah Al-Khairiyah, merupakan sekolah Islam yang mencakup diniyah takmiliyah, tsanawiyah dan aliyah ini, merupakan hasil wakaf yang masih dikelola oleh keluarga besar Bafadhal. Begitu juga makam talang jauh, yang menjadi lokasi pemakaman sebagian besar keluarga Bafadhal.

 “Toko-toko di areal Masjid Magatsari itu sebagian disewakan. Hasil sewa digunakan untuk membiayai kebutuhan madrasah ini. Kalau makam talang jauh, keluarga bafadhal yang sudah wafat, sebagian besar dimakamkan disana,” ujar Asiah. 



Penulis: Novriana Dewi
(Telah Terbit Di Harian Jambi Pada 2 November 2013, Edisi Pagi) 

2 komentar untuk "Siapa Sangka, Sultan Thaha Sjaifuddin Ternyata Keturunan Suku Bafadhal Bangsa Arab"

  1. dmna alamat keluarga bafadhal yg keturunan pertama dan masih memegang adat atau ciri khas asli marga bafhadal ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. idk pastinya, tapi untuk jambi keluarga bafadhal banyak bermukim di kampung manggis jambi

      Hapus