Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tak Perlu Dikenal untuk Berbakti, Edisi Kongres


SAHABAT: Panitia Kongres PMII ke 18 yang saling membantu dan membahu, demi terselenggara dan suksesnya kegiatan kongres.
Entah ini pengabdian atau pengorbanan. Mereka yang rela menghabiskan waktu dan jam istirahatnya untuk saling membahu sukseskan kongres. Bahkan beberapa di antaranya harus rela kehilangan topang, demi loyalitas dan cintanya terhadap organisasi.
---------------------
Ribuan kepala hitam berjas biru bertahap menginjakkan kaki di Tanah Sepujuk Jambi Sembilan Lurah, Kota Jambi. Separuh di antaranya mengenakan jilbab, dengan identitas perisai bintang Sembilan. Euvoria kongres ke 18 Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) terasa begitu hangat dengan aroma politis yang begitu menyengat.


Tapi maaf, jika saat itu kami memilih untuk tidak pedulikannya. Bagi kami, memberikan pelayanan yang baik terhadap seluruh peserta adalah tugas mulia yang harus dengan sempurna dilaksanakan. Menyaksikan kesenyuman seluruh peserta kongres adalah impian sederhana terbesar kami.

PMII bagi kami, adalah rumah suci yang rela membimbing dan membesarkan kami. Mendidik setulus hati, hingga mata terbuka dan berkata bahwa ‘Inilah Dunia’. Secarik helai kertas putih penuh warna.

Jutaan cerita haru menyelimuti kehangatan kongres. Panitia konsumsi yang rela menahan lapar, driver yang harus tetap konsentrasi meski tanpa tidur, dokumentasi yang harus siap memotret setiap momen meski ricuh, acara yang harus pontang panting akibat informasi yang tak sinkron dan buram. Bahkan panitia kesehatan yang tak memikirkan kesehatannya demi kesehatan peserta, perlengkapan yang setiap detik diteriakin Airrrrr... Airrrrrrrr. Kestari yang siap menahan mental untuk diteror, dan seluruh panitia lain yang, bagiku kalian adalah malaikat.

Cerita ini adalah bukti Bakti kami. Barangkali setiap hari kami hanya tidur satu hingga dua jam, pun tak terlewatkan hari tanpa tidur. Bahkan beberapa di antaranya harus rela kehilangan.


Dari Motor

Aisar Amir, Siapa yang mengenal sosok pria bermata sipit ini? Meski tak banyak dikenal, tapi jasa dan baktinya tak perlu diragukan lagi. Bahkan keringatnya telah terkuras kering sejak panitia lokal lainnya belum menampakkan kepala. Meski tak sedikit yang mencibir, semangat dan ketulusan hatinya untuk berbakti tetap hangat terjaga.

Pengurus PMII Cabang Jambi ini adalah koordinator Kestari Panitia lokal. Mata sipit dan kulit putih yang dia miliki, menjadikannya akrab disapa ‘Koko’. Sebuah panggilan yang biasa dipakai keturunan Cina untuk menyapa saudara laki-laki.

Bersama dua sahabat perjuangan, dia mencuri star kerja agar panitia secara keseluruhan turut memulai aksinya. Mereka Taufik Syazali, Sekretaris Panitia Lokal juga Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Provinsi Jambi dan Azhar Firdaus, Wakil Sekretaris Panitia Lokal yang juga merupakan Sekjend Pengurus Cabang Jambi. tim ini adalah partner surat menyurat yang dengan rela mencuri star. Nyaris tanpa tidur, laptop, kertas printer seolah menjadi sahabat yang menyatu dengan anggota tubuh. Tulisan angka dan huruf pun menjadi makanan terpahit saat itu.

Pengorbanan terbesar Aisar Amir adalah dengan ikhlas merelakan Yamaha Mio miliknya direnggut. Mio berwarna merah miliknya hilang ketika asyik mengerjakan surat menyurat konges di sekretariat panitia. Merasa sebagai kader PMII, ia pun ikhlas untuk tidak menuntut apa-apa.

Bahkan tak hanya Aisar Amir, Safroji, Panitia lokal yang juga merupakan Pengurus Cabang PMII Jambi juga harus merelakan satu unit motornya yang hilang, saat menjalankan tugas sebagai panitia kongres.


Hingga Hilang Pekerjaan

Selanjutnya Lut Hidayat, Pria yang baru saja mendapatkan anugrah terindah tuhan ini adalah koordinator konsumsi panitia lokal. Suami dari ketua Kopri PKC PMII Provinsi Jambi ini juga merupakan kader PMII yang tengah mengabdikan dirinya sebagai pengurus PKC PMII Jambi. Buah hati mereka lahir, tepat saat kongres PMII dibuka.

Meski disibukkan dengan kebahagiaan atas lahirnya putrid pertamanya, dia tetap konsisten dan bertanggungjawab atas tugasnya. Semaksimal mungkin dia jalankan tugas sebagai suami dan ayah baru, dengan posisinya sebagai panitia kongres dengan baik. Buktinya, konsumsi peserta tetap dialokasikan dengan baik.

Pengorbanan terbesarnya muncul ketika kongres telah usai. Seluruh peserta telah kembali ke daerahnya masing-masing, dan meninggalkan panitia lokal yang masih berada pada posisi kerut kening. Jurnalis dari sebuah media cetak di Jambi ini harus rela kehilangan pekerjaan.

Dengan rela dan ikhlas ia membuka helaian kertas surat pemberhentian kerja, dari perusahaan yang membantu perekonomian keluarganya selama ini. Ia terpaksa menerima surat tersebut karna telah over bolos kerja. “Saya tidak menyesal. Karna ini adalah efek kongres”. Sebuah pengabdian tanpa pamrih, yang mungkin tak dipedulikan oleh sebagian kalangan.

Hal yang sama juga dialami Andri Mustari, Bendahara Kongres sekaligus anggota PKC PMII Provinsi Jambi ini. Memiliki provesi yang sama sebagai jurnalis, dia juga harus rela kehilangan pekerjaannya, karna lebih memilih fokus pada PMII, dengan meninggalkan tugas-tugasnya sebagai karyawan perusahaan. Barangkali ini adalah momen yang telah dipilih untuk secarik pengabdian.


Siapa Mereka?

Ada banyak nama yang dengan tulus mengabdi dan berbakti. Dan apakah mereka diperhitungkan? Bahkan tak banyak yang mengenal dan menghargai ketulusan ini. Bicara soal pengabdian, nama-nama ini tak muncul di permukaan dan minta untuk diperhitungkan dan dikenal. Tapi aku percaya, tak ada berlian dan mutiara yang tak bisa ditemukan. Ini hanya bicara soal waktu.

Tulisan ini hanya sepenggal cerita sebagai ungkapan terimakasih terhadap seluruh kader PMII se-Nusantara yang dengan susah payah menyelenggarakan dan sukseskan kongres. Kurasa benar, bahwa ‘tak perlu dikenal untuk mengabdi dan berbakti’. Allah maha tahu, maha penyayang dan yang menguasai hari-hari pembalasan. Ini untuk PMII, rumah yang telah mendewasakan kita.



Untukmu satu tanah airku,
Untukmu satu keyakinanku,
Wallahulmuwafieq Illa Aqwamithariq



Penulis: Novriana Dewi
Fotografer: Zainur




Posting Komentar untuk "Tak Perlu Dikenal untuk Berbakti, Edisi Kongres"