Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Negaraku Punya Siapa?

Ilustrasi
Sebagai warga Negara Indonesia, kami tak merasa dianggap sebagai pemilik bangsa. Sebagai warga Negara yang dipimpin oleh presiden, kami dikemas seolah tak merasakan sentuhan pimpinan.

Sebagai warga Negara yang berpijak pada Negara yang katanya Negara hukum, kami tak mengerti adakah hukum di negeri ini. 
Sebagai warga  Negara Indonesia, kami hanyalah tontonan yang hanya diperkenankan untuk menonton. Benarkah Negara ini Negara demokrasi? Lalu kepada siapa Negara ini bertuan?

Politik layaknya dedaunan busuk yang kotor. Tapi bahkan dedaunan kotor pun memiliki bhakti untuk menghidupkan pepohonan yang melahirkannya. Apakah Politikus Indonesia mengenal Bhakti?

Kami warga Negara Indonesia hanyalah boneka hidup berbentuk pimpong. Tak bernilai apa-apa, kami hanya bisa diam dan mengikuti kemana tangan menampar kami. Lalu siapa pemilik Negara ini?

Ampuni kami bumi pertiwi, ampuni kami merah putih, ampuni kami pejuang bangsa. Kami bahkan tak berani berkata bahwa “Bhineka tunggal ika” benar-benar masih ada. Kami bahkan tak yakin, bahwa pancasila masih bertengger pada lambang garuda. Bahkan kami lupa, apakah lagu kebangsaan masih pantas dinyanyikan di negeri ini. Ini terlalu suci untuk ditenggelamkan pada lautan lumpur yang kotor.

Sebagai warga Negara demokrasi, kami diberi keleluasaan untuk memilih para pemimpin kami. Sebagai warga Negara demokrasi, kami telah kebal dibohongi. Dan yang bisa kami lakukan hanyalah diam, berpura-pura untuk percaya. Sebagai warga Negara demokrasi, kami bahkan tahu bahwa mereka pun menertawakan kami.

Sinetron-sinetron ini menyadarkan kami bahwa tak semua ranting di negeri ini yang dihinggapi dedaunan busuk tak berhati. Dengan tulus kami ulurkan tangan ini dan memohon, tolong bantu Negara kami. Tolong bantu rakyat kami, dan kumohon jangan kau coreng penerus-penerus bangsa ini.

Para penguasa benar-benar bernafsu untuk memperebutkan kepala kami. Bahkan tak satu pun tersisa hasrat untuk membela hak-hak kami. Persaingan dan pertempuran kalian sama-sekali bukan hal menarik bagi kami. Yang kami inginkan hanyalah merah putih, berkibar dan menari terkibas hembusan angin di atas sana. Bahwa Negara ini, adalah milik rakyat Indonesia.

Ketika sang penguasa haus kekuasaan, ketika penegak hukum haus menghukum, dan ketika rakyat hanya bisa menonton, kuyakin bumi pertiwi kali ini benar-benar menangis.

Menyimak berita, kami seolah disuguhkan film kartun bernuansa horor. Meskipun lucu, ini bukanlah hal menarik yang pantas ditertawakan. Ini memprihatinkan, ketika “Bhineka tunggal ika” tak lagi di Indahkan, ketika undang-undang hanyalah secarik tulisan yang kapanpun bisa diubah sesuka hati oleh penguasa. Benarkah tak sedikitpun hasrat kalian untuk membela kami?

Semoga elit politik Indonesia tak bersandiwara karna mengaku telah berdamai. Setelah ini, kuharap ada fatwa yang melarang pengucapan kata “KIH” dan “KMP” pasca ini. Kita harus benar-benar percaya pada mereka, bahwa mereka telah benar-benar berdamai, dan mulai bangkit untuk melirik kita.

Selanjutnya, kami warga Negara Indonesia adalah manusia. Indonesia bukanlah kebun binatang yang dipimpin dan dihuni oleh para binatang bahkan buaya maupun cicak. Para pemimpin kami bisa berbicara layaknya manusia, para penegak hukum pun berdiri tegak dan gagah layaknya manusia. Lalu kenapa cicak dan buaya merajalela?

Siapa yang ahli dalam bidang ini? Apakah benar cicak dan buaya telah berevolusi dan berubah seperti manusia? Ataukah manusia yang mulai berangsur merubah dirinya menjadi cicak dan buaya? Entahlah.

Tapi bagi kami, Indonesia adalah Negara yang dipimpin oleh manusia yang berhati dan berpikir. Atau jangan-jangan… ah, tadinya aku ingin berkata bahwa jangan-jangan cicak dan buaya akan dijadikan lambang baru setelah garuda. Tapi kurasa tidak.

Tidak ada cicak, tidak ada buaya bahkan tikus yang terdata sebagai warga Negara Indonesia. Itu artinya, penegak hukum dan pimpinan Negara ini juga berasal dari kalangan yang sama seperti kita, sebagai bangsa manusia.

Tidak ada lembaga Negara yang tidak terhormat di Indonesia ini. Dan kurasa, tidak ada institusi Negara yang berkenan memelihara hewan jenis apapun baik tikus, cicak atau buaya. Damailah Indonesia, tataplah mata garuda sebagai simbol keberanian membela bangsa. Bahwa kami, Rakyat Indonesia merindukan “Bhineka Tunggal Ika”.



Penulis: Novriana Dewi

Posting Komentar untuk "Negaraku Punya Siapa? "